Monday, April 17, 2006

Sahabat el-Pasca

SAHABAT EL-PASCA

Teman-temanku memanggilku Iez.
Belum genap dua tahun aku tinggal di kamar L-Pasca, salah satu kamar di kompleks L PP. Al-Munawir Krapyak Yogyakarta.
Di kamar L-Pasca, aku menikmati persahabatan yang erat dengan empat manusia unik. Mereka adalah Sigit, Rio, Ary dan Roziq.
Sigit take off dari Sumatera. Rio berenang dari Sulawesi. Ary naik cikar dari Jawa Timur. Roziq menaiki motor Belalang Tempur-nya dari Jawa Tengah.
Kami semua berkumpul di Yogyakarta dengan satu kesamaan tujuan, belajar ilmu agama dan melatih kemampuan dalam mengaji.
Kami berlima memiliki karakter dan kebiasaan yang berbeda.
Nasib kami juga berbeda-beda.
Nasib berkarya, nasib bercinta, nasib bekerja, nasib belajar, nasib berorganisasi, nasib berteman, nasib berkeluarga, dan nasib-nasib lain yang aku kenal.
Namun dengan perbedaan tersebut, kami justru menjadi akrab dan sangat erat.
***
Sigit...
Dia orangnya kalem, luwes dan penyabar.
Dia mengisi hari-harinya dengan berbagai kesibukan. Mulai dari ngurusi kopontren, kerja di percetakan, mengajar di TPQ, hingga membantu teman-teman yang membutuhkan tenaga dan pikirannya.
Dia loyal pada pekerjaannya.
Sayang...
Sudah tujuh kali dia mengalami kegagalan cinta.
Mungkin dia sedang menjalani ujian cinta dari dewi asmara.
Sampai saat ini dia selalu mendambakan cinta... ketika bekerja, ketika tidur, ketika makan, ketika mencuci pakaian... dia selalu mendambakan cinta. Kecuali... ketika mandi.
Walau mendapatkan beribu-ribu siksaan cinta, tubuhnya tetap kekar sebagaimana jiwanya yang tegar bagai tembok raksasa China.
Dia semakin mapan dengan guratan-guratan cinta.
Baginya, pupus bukan lagi tusukan cinta yang menyakitkan.
Pupus hanyalah sebuah khayalan cinta yang muncul sebagai hiasan kehidupan.
Kini, dia menggali potensi diri dengan berkarir dan mempelajari kehidupan faktual dan ideal.
...
Rio...
Dia orangnya pendiam, tegas dan disiplin.
Dia sangat loyal untuk membantu teman-temannya, khususnya santri yunior yang masih awam dengan kondisi pesantren.
Setiap pagi dia rajin merebus air dan mempersiapkan minuman untuk sang ustadz.
Setengah jam sebelum Shubuh, dia sudah rapi, siap mengumandangkan adzan, menata perlengkapan mengaji dan setoran di giliran pertama kali.
Di balik sikapnya yang tegas dan disiplin, terdapat sifat romantis yang tersimpan dibelahan titik kesadarannya.
Dia senang merawat Bunga Melati.
Bunga yang dijadikan bahan imajinasi dan campuran minuman teh.
Dengan berbekal sifat romantisnya yang terbatas, dia pernah mencintai sahabat terdekatnya... namun kandas.
Cinta tidak menyeretnya menjadi kebencian.
Dia justru menghormati keputusan sahabatnya yang tidak ingin dimadu. Tidak ingin dicintai.
Kini...
Dia sudah menikah.
Adinda yang sangat dikasihinya, telah menjadi kekasihnya.
...
Ary...
Wajahnya unik, penuh dengan keanehan.
Kalau kamu melihat, pasti pengen ketawa-ketiwi.
Dia selalu dihantui ketidak percayaan diri karena memiliki rambut yang berjumlah puluhan helai.
Dia memiliki kemauan yang luar biasa... menghafalkan al-Qur’an dan menyelesaikan studi S2.
Sebenarnya dia sudah hafal, hanya tinggal melancarkan.
Sudah belasan santriwati yang dia kenalkan padaku, namun tidak ada hasil.
Masih kuingat wajah Farida yang simpluk, senyuman Neng Inul yang menawan, gurauan Hanik yang mempesona.
Yang menarik darinya adalah...
Dia akhirnya menikah dengan gadis pujaannya. Gadis manis, lugu dan penuh pengertian yang pernah dia kenalkan padaku.
...
Roziq...
Sangat sebentar aku mengenalnya.
Dia sudah check out dari pondok ketika aku masih enam bulan di eL-Pasca.
Dia memiliki kemauan yang kokoh dalam berprofesi. Hingga akhirnya dia harus keluar dari lingkungan kampusnya sebelum menyelesaikan gelar kesarjanaan.
Selama di pesantren, dia bukan tipe pecandu cinta.
Dia lebih senang menjadi penyemangat bagi teman-temannya yang berada di mabuk asmara.
Dia tidak mau berada dalam lingkaran cinta.
Saat ini dia sudah menjadi pengusaha yang berhasil.
Namun aku tidak tahu apakah dia sudah menikah atau belum, sudah punya anak pertama atau belum, dan aku tidak tahu apakah dia tengah merawat anak pertama yang kedua atau tidak.
***
Setiap kali kita berkumpul, selalu ada acara jalan-jalan keluar.
Entah mengunjungi mantan kekasih, atau ke para ustadz yang sudah pensiun mengajar di kompleks kesayanganku.
Aku tidak tahu mengapa kami semua memiliki satu ketidak berhasilan.
Sigit, belum berhasil dalam menggapai cintanya.
Rio, belum berhasil membuat taman obat di sebelah Mushalla sesuai keinginannya.
Ary, lebih parah lagi.. belum menyempurnakan hafalannya dan belum menyelesaikan studinya di S2.
Roziq, belum tuntas dalam menyelesaikan studinya.
Dan aku...
Aku belum berhasil dalam banyak hal.
Aku belum menyelesaikan hafalan al-Qur’an. Aku belum menyelesaikan studi. Aku juga belum mampu menuntaskan tugasku menjadi pengurus di Pesantren.
Berbekal pengalaman yang berbeda...
Kegagalan yang berbeda...
Keberhasilan yang berbeda...
Dan kenangan yang berbeda..
Kami justru menjadi sangat akrab dan penuh suka cita.
Inilah persahabatan...
Tidak ada dengki, tidak ada cemburu, tidak ada dendam, tidak ada uring-uringan, tidak ada dongkol, tidak ada ancaman, dan tidak ada permusuhan.
Yang ada hanyalah kenangan manis penuh keakraban.